MENGHINDARI MISDIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG KORONER

Author Image
Meducine.id
22 Mei 2020
Dibaca 2706x

Nyeri ulu hati, sering kali menjadi jebakan bagi dokter di FKTP, apakah disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK), dispepsia (ec Gastritis Akut) atau penyebab yang lain. Tidak jarang misdiagnosis terjadi, dan bisa berakibat fatal bagi pasien. Kasus PJK yang tidak terdiagnosis, dapat mengakibatkan keterlambatan penanganan sehingga menyebabkan kematian.

Di bawah ini akan diuraikan, tips dan trik untuk menghindari misdiagnosis kasus PJK berdasarkan Guideline ESC terbaru tahun 2019.

Menghindari Misdiagnosis Penyakit Jantung Koroner

Nyeri di Ulu hati, sering kali menyebabkan pasien datang ke IGD di malam hari untuk meminta pertolongan. Meskipun, tidak jarang juga pasien datang sebagai pasien poliklinis dengan mengeluhkan nyeri ulu hati.

Masalah akan lebih mudah jika profil klinis pasen berusia masih relatif muda, dan penampakannya segar. Pada pasien risiko rendah akan lebih yakin untuk menyingkirkan kemungkinan PJK. Berbeda jika pasien berusia 65 tahun dan keadaan umum kurang baik, tentu kita tidak akan dengan mudah mengabaikan kemungkinan PJK.

Dalam kondisi seperti itu, kebanyakan dokter akan berpikir untuk melakukan pemeriksaan EKG. Masalah akan mucul bila hasil EKG ternyata hanya menggambarkan sinus ritme.

Dalam kondisi seperti ini, dokter harus sudah bisa menentukan apakah pasien tersebut SKA atau bukan?

Diagnosis klinis yang dokter buat akan menentukan,

  • Apakah kita boleh memberikan aspilet atau tidak?
  • Seberapa intensif monitoring pada pasien ini?

Data di atas memberikan petunjuk penting untuk memperkirakan risiko PJK pada pasien dengan keluhan klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan 70% dari anamnesis, sehingga anamnesis yang terarah seperti tabel di atas akan sengat membantu dalam signifikansi penentuan diagnosis klinis, bahkan pada pasien dengan gambaran EKG yang tidak spesifik.

Angina Pektoris dan Angina Equivalent

Dalam menghadapi kasus sulit seperti ilustrasi di atas, dokter terlebih dahulu harus memahami istilah angina equivalent (angina ekuivalen).

Angina ekuivalen adalah konsep yang menjelaskan bahwa gejala klinis yang tidak diklasifikasikan sebagai nyeri dada tipikal, juga memiliki signifikansi klinis yang sama dengan nyeri dada tipikal.

Sesak napas (dyspnea), mudah lelah, palpitasi atau berdebar, pingsan, dan nyeri di bagian tubuh lain adalah keluhan yang dimaksud dengan angina ekuivalen. Keluhan seperti ini perlu perhatian khusus karena sering kali menyebabkan terjadinya misdiagnosis PJK pada pasien.

Perubahan Terminologi

Terbaru, ESC telah mengeluarkan pedoman terbaru mengenai PJK di tahun 2019. Konsep perjalanan penyakit ini masih sama, tetapi mulai dikenalkan perubahan istilah Stable Coronary Artery Disease (SCAD) menjadi Chronic Coronary Syndrome (CCS) atau Sindrom Koroner Kronis (SKK).

Pergantian nama ini memiliki arti penting dalam paradigma tatalaksana pasien PJK. Presentasi klinis PJK yang bervariasi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok: SKA dan SKK.

Perubahan paradigma menjadi SKA dan SKK tergambar jelas dalam diagram di atas. Pada fase subklinis, perubahan gaya hidup akan secara signifikan menurunkan risiko terjadinya IMA dan kematian pasien. Pengelolaan faktor risiko yang optimal, terapi obat-obatan sebagai upaya pencegahan sekunder dan terapi revaskularisasi yang tepat akan secara signifikan mengurangi risiko serangan jantung sekunder pada pasien post-SKA.


Pre-Test Probability sebagai Petunjuk Penatalaksanaan Pasien di IGD

Salah satu tools yang sangat bermanfaat dalam membantu keputusan klinis dokter untuk mengusulkan pemeriksaan tambahan adalah Pre-Test Probability (PTP). Sebuah penelitian oleh Troyer et al (2005) membuktikan bahwa aplikasi PTP telah terbukti dapat mengurangi biaya dan pemeriksaan penunjang yang tidak perlu pada pasien nyeri dada dan sesak napas di IGD.

Tabel PTP ini sudah didesain sedemikian rupa untuk mempermudah penggunaan dalam praktek dokter sehari-hari.

  1. Evaluasi diagnostik tidak disarankan untuk dilakukan pada PTP <5%
  2. Pada rentang 5 – 15% (warna hijau muda) pemeriksaan lanjutan dilakukan setelah melihat faktor risiko dan/atau pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan sebelumnya
  3. Pada kotak dengan warna hijau tua (PTP >15%), pemeriksaan lanjutan non-invasif dapat memberikan keuntungan yang maksimal



Salah satu langkah penting dalam aplikasi PTP adalah melakukan anamnesis singkat dan terarah pada pasien nyeri dada dan sesak napas. Kemungkinan 70% kasus sudah dapat ditegakkan diagnosis SKA dengan anamnesis yang tepat.

Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis pasien adalah

  1. Jenis kelamin
  2. Usia
  3. Data Faktor risiko (riwayat jantung di keluarga, DM, dislipidemia, hipertensi, dan merokok)

Setelah itu, ditentukan apakah presentasi klinis pasien mengarah pada keluhan angina tipikal, atipikal atau bahkan non-anginal. Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien sesak napas karena dapat merupakan presentasi klinis pasien angian ekuivalen.

Keluhan angina tipikal adalah rasa tertekan/berat pada daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten (beberapa menit) atau persisten (> 20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta lain seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdomen, sesak napas dan sinkop.

Angina tipikal akan memberat dengan peningkatan aktivitas fisik, membaik dengan istirahat atau dengan pemberian nitrat dalam hitungan menit.

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain:

  1. Nyeri di daerah penjalaran angina tipikal
  2. Rasa gangguan pencernaan (indigestion)
  3. Sesak napas yang tidak dapat diterangkan
  4. Rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan

Keluhan angina atipikal ini lebih sering dijumpai pada

  1. Pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (> 75 tahun)
  2. Wanita
  3. Penderita Diabetes, Gagal Ginjal Kronik, atau Demensia

Angina atipikal patut dicurigai sebagai angina ekuivalen bila munculnya berhubungan dengan peningkatan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat PJK.

Bila pasien datang dengan keluhan tidak memenuhi salah satu dari kriteria di atas, maka dokter dapat mengklasifikasikan sebagai keluhan non-anginal.

SKA lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan kecenderungan usia yang lebih tua lebih beresiko. Plus, jika pasien memiliki lebih dari satu faktor risiko, probabilitas SKA akan lebih tinggi.

Kita harus ingat bahwa pada populasi wanita, usia tua, atau pasien DM, mereka dapat memiliki keluhan atipikal atau bahkan angina ekuivalen/setara sehingga perlu diberi perhatian lebih ketat.

PENUTUP

Dalam menatalaksana pasien dengan keluhan nyeri dada dan sesak napas, anamnesis memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis SKA pada pasien. EKG normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis SKA. Anamnesis cepat meliputi usia, jenis kelamin dan faktor risiko akan sangat membantu dalam mengarahkan diagnosis SKA dan menghindari misdiagnosis penyakit jantung koroner. Aplikasi PTP yang tepat akan secara signifikan mengurangi pemeriksaan penunjang yang tidak dibutuhkan.

REFERENSI

Christopher A dan Hindoro E. 2020. Pitfalls pada Kardiologi. Jakarta: EGC

Alkatiri et al. 2019. Panduan Tatalaksana Angina Pektoris Stabil. Jakarta: PERKI

Knuuti et al. 2019. ESC Guidelines for the Diagnosis and Management of Chronic Coronary Syndromes. European Heart Journal, Volume 41, Issue 3, 14 January 2020, Pages 407–477,https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehz425


Panduan

Customer Service

Admin Meducine/Dokter Post
ALI
Online